Komite Nasional Indonesia (KNI) memainkan peran historis sebagai cikal bakal legislatif Indonesia selama masa revolusi. Namun, pada tahun 1950, Pembubaran KNI menjadi tak terhindarkan seiring dengan pengakuan kedaulatan Indonesia dan pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pembubaran KNI bukan berarti kegagalan, melainkan tahap akhir dari transformasi KNI menuju sistem kenegaraan yang lebih permanen dan terstruktur. Ini adalah langkah maju menuju demokrasi konstitusional penuh.
Proses Pembubaran KNI terkait erat dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1950. Sesuai dengan Konstitusi RIS dan kemudian UUD Sementara 1950, diperlukan pembentukan lembaga legislatif yang definitif dan formal. Transformasi KNI dari badan semi-parlementer menjadi parlemen yang dipilih secara demokratis menandai kelahiran parlemen yang sesuai dengan standar hukum internasional dan kebutuhan internal negara.
KNIP, sebagai perwujudan KNI di tingkat pusat, secara resmi dibubarkan dan digantikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). DPRS ini terdiri dari anggota-anggota KNIP yang diperbarui, perwakilan dari negara-negara bagian RIS yang dilebur, dan tokoh-tokoh dari berbagai daerah. Kelahiran Parlemen ini bertujuan untuk menciptakan representasi yang lebih luas dan mencerminkan persatuan kembali bangsa Indonesia dalam wadah NKRI.
Secara politis, Pembubaran KNI adalah tindakan untuk menormalisasi struktur pemerintahan. Selama masa revolusi, transformasi KNI telah memberinya fungsi yang luas dan kadang ambigu. Dengan kelahiran parlemen yang baru, yaitu DPRS, pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif menjadi lebih jelas dan terdefinisi. Langkah ini adalah bukti kematangan politik Indonesia dalam membangun sistem ketatanegaraan yang baku dan modern.
Kesimpulannya, Pembubaran KNI adalah studi kasus penting yang mengakhiri peran vitalnya sebagai pionir legislatif. Langkah ini, bersama dengan transformasi KNI yang mendahuluinya, membuka jalan bagi kelahiran parlemen definitif, yakni DPRS. Proses ini menunjukkan transisi Indonesia dari masa perjuangan ke era pembangunan politik, di mana institusi negara didirikan di atas fondasi hukum dan representasi yang kuat pasca-pengakuan kedaulatan.