Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau merupakan salah satu benteng terakhir bagi kelangsungan hidup Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), spesies yang terancam punah. Upaya Perlindungan Gajah di kawasan ini menghadapi tantangan yang sangat kompleks dan mendesak, terutama akibat dari konflik antara manusia dan satwa liar serta perburuan ilegal. Perlindungan Gajah harus dilaksanakan secara terintegrasi, mengingat tekanan besar dari alih fungsi lahan yang menyempitkan koridor jelajah alami gajah. Perlindungan Gajah di Tesso Nilo melibatkan berbagai pihak, mulai dari Balai Taman Nasional, lembaga swadaya masyarakat, hingga partisipasi aktif dari masyarakat sekitar. Tanpa sinergi yang kuat, kelestarian populasi gajah yang tersisa akan semakin terancam.
Tantangan utama dalam Perlindungan Gajah adalah konflik yang dipicu oleh penyempitan habitat. Ekspansi perkebunan dan permukiman membuat gajah sering memasuki area desa untuk mencari makan, yang berujung pada kerusakan tanaman dan ancaman keselamatan warga. Data dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mencatat bahwa selama semester pertama tahun 2024 (Januari hingga Juni), terjadi setidaknya 18 kasus konflik gajah-manusia yang dilaporkan, dengan rata-rata 3 kasus per bulan. Untuk merespons situasi ini, Tim Elephant Patrol Unit (EPU) yang terdiri dari mahout (pawang gajah), dokter hewan, dan petugas Balai Taman Nasional, melakukan operasi pencegahan dan penghalauan.
Upaya mitigasi konflik ini didukung oleh kegiatan Patroli Konservasi. Tim patroli, yang beranggotakan 12 orang termasuk personil Polisi Kehutanan (Polhut) dan aparat dari Kepolisian Resor (Polres) Pelalawan, secara rutin beroperasi di zona rawan konflik. Patroli ini tidak hanya bertujuan untuk menghalau gajah kembali ke habitatnya secara aman tetapi juga untuk memantau pergerakan gajah menggunakan teknologi GPS collar yang dipasang pada beberapa individu gajah. Pada hari Rabu, 11 September 2024, tim patroli berhasil menggiring kembali kawanan gajah yang berjumlah 7 ekor, termasuk 2 ekor anakan, setelah kawanan tersebut mendekati perimeter Desa Lubuk Raja. Aksi penggiringan ini berlangsung selama 12 jam, dimulai pukul 08.00 WIB, dengan menggunakan gajah latih untuk memandu kawanan liar.
Selain konflik, ancaman perburuan gading menjadi fokus serius bagi Patroli Konservasi. Nilai ekonomi gading yang tinggi mendorong para pemburu ilegal untuk mengambil risiko besar. Untuk memberantas praktik kejahatan ini, pada tanggal 29 Agustus 2024, Tim Gabungan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polsek Ukui berhasil menangkap dua terduga pelaku perburuan gajah di dekat perbatasan taman nasional, menyita barang bukti berupa senjata api rakitan dan gading gajah. Operasi penangkapan ini merupakan bagian dari operasi terpadu yang telah direncanakan selama dua bulan. Keberhasilan ini menunjukkan komitmen aparat penegak hukum dalam mendukung pelestarian Gajah Sumatera. Melalui kombinasi patroli berbasis teknologi, intervensi tim EPU, dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan populasi Gajah Sumatera di Tesso Nilo dapat pulih dan konflik yang terjadi dapat diminimalisir.