Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau baru-baru ini mengumumkan perkembangan signifikan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi yang mengguncang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta di Indragiri Hulu (Inhu). Sebanyak sembilan orang resmi ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Korupsi terkait dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit fiktif dan praktik perbankan curang lainnya. Penetapan Tersangka Kasus Korupsi ini merupakan langkah tegas aparat hukum dalam memberantas praktik rasuah di sektor keuangan daerah. Meskipun jumlah Tersangka Kasus Korupsi telah diumumkan, pihak Kejaksaan masih terus bekerja intensif menghitung kerugian negara yang ditimbulkan, diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
Kronologi Singkat dan Peran Para Tersangka
Kasus ini berfokus pada periode antara tahun 2016 hingga 2020, di mana BPR Indra Arta diduga mengeluarkan kredit dalam jumlah besar tanpa melalui prosedur standar perbankan yang sah.
- Modus Operandi: Berdasarkan hasil penyidikan sementara, modus yang digunakan adalah melalui pengajuan kredit fiktif atas nama nasabah yang tidak mengetahui atau menggunakan identitas palsu. Selain itu, diduga terjadi pemberian kredit yang melampaui batas maksimal pemberian kredit (BMPK) kepada pihak-pihak tertentu, termasuk pejabat internal bank dan rekanan bisnisnya.
- Peran 9 Tersangka: Dari sembilan yang ditetapkan sebagai tersangka, beberapa di antaranya adalah mantan Direktur Utama BPR, mantan Kepala Bagian Kredit, dan pihak swasta yang berperan sebagai penerima atau fasilitator kredit fiktif. Inisial para tersangka tersebut, misalnya A.R. (mantan Dirut) dan S.M. (mantan Kabag Kredit), telah diumumkan oleh Kejati.
Proses Penyidikan dan Penghitungan Kerugian
Penetapan tersangka ini merupakan hasil kerja keras tim penyidik setelah melalui serangkaian pemeriksaan saksi dan pengumpulan alat bukti.
- Pemeriksaan Saksi: Tim penyidik Kejati Riau yang dipimpin oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), telah memeriksa lebih dari 45 orang saksi, termasuk pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perwakilan Riau, Dewan Komisaris BPR, dan sejumlah nasabah. Pemeriksaan intensif terakhir dilakukan pada Hari Selasa, 15 Oktober 2024, di Kantor Kejaksaan Tinggi Riau.
- Penghitungan Kerugian Negara: Hingga saat ini, kerugian negara masih dalam proses penghitungan final yang melibatkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau. Perkiraan awal kerugian negara ditaksir mencapai minimal Rp 32 Miliar, namun jumlah ini masih dapat bertambah seiring dengan pendalaman kasus. BPKP ditargetkan menyelesaikan laporan audit (LHP) mereka pada Akhir Bulan November 2024.
Tindakan Hukum dan Dampak Kasus
Setelah penetapan tersangka, langkah hukum selanjutnya adalah penahanan dan pelimpahan berkas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
- Penahanan: Mayoritas tersangka telah dilakukan penahanan di Rutan Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari pertama guna mempermudah proses penyidikan dan mencegah upaya melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
- Implikasi Sanksi: Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang ancaman hukumannya cukup berat.
- Dampak pada BPR: Kasus ini tentu memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap BPR Indra Arta dan sektor perbankan mikro di Indragiri Hulu. OJK telah mengambil langkah pengawasan khusus untuk memastikan stabilitas operasional BPR tersebut tetap terjaga, khususnya dalam hal likuiditas dan pelayanan kepada nasabah yang tidak terlibat.
Langkah Kejati Riau menetapkan para tersangka ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga integritas keuangan daerah dan menindak tegas setiap pelaku korupsi yang merugikan keuangan negara.